1.
Sembilan KAP yang dianggap melakukan
koalisi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001. Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut Sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan (BPKP), diduga
telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahum
1995 – 1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, Sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank – bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank – bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY , S & S, SD &R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keungan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang coba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai. Kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Teten, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
2.
Kasus pelanggaran Standar
Profesional Akuntan Publik
Kasus pelanggaran Standar
Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi
pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin
Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP)
Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran
pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan
izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan
pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31
Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan melakukan
audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha Kencana dan
Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan 2004.
Selama izinnya dibekukan, Petrus
dilarang memberikan jasa atestasi termasuk audit umum, review, audit kinerja
dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau
pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai dengan
Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003.
3.
Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan
Publik Diduga Terlibat
Seorang akuntan publik yang membuat
laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal
senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus
korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi
mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan
usaha di bidang otomotif tersebut.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir
keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam
laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut
oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan
ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah
tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan
Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan
keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada
data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati
Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan
menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52
miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik
Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar banyak atas
temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa
Sitepu sebagai akuntan publik tersebut. Kasus kredit macet yang menjadi perkara
tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan
adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua
orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang
mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat
sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
4.
Manipulasi Laporan Keuangan PT
KAI
Transparansi
serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi
amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha
milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan
tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan
sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya
ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian
ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih
pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga
dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan,
ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan
demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini.
Di
lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan
tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang
yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak
ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai
konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian
sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa
piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta
Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada
tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia
telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan
terjadi disini.
5.
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta
& Harsono
September
tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu.
Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok
ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta
menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was
dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar,
Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.Badan
pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya
dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat
perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG
terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus
ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.
6.
Kasus Mulyana W Kusuma
Kasus
ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU
diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan
berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud
yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi.
Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan
laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan
tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi.
Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan
setelahnya.
Setelah
lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati
pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W
Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada
anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut,
tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah
ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana
dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
7.
Malinda
Palsukan Tanda Tangan Nasabah
Terdakwa kasus pembobolan dana
Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana
beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir
transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang
dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di
blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa
Penuntut Umum, Tatang sutar
Malinda antara lain memalsukan tanda
tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali
dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi
transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga
dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya
Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan,
"Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23
Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank
Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit
3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda
mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera
Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama
pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280
dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp
50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama
korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank
bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara
berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita
Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke
seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta
dan 150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin
Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan
Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri," jelas
Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari
oleh kedua nasabah tersebut.
8.
Kasus
PT. Metro Batavia (Batavia
Air)
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan,
menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro
Batavia (Batavia Air)dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini,
Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.
Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar
utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari
International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun,
Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang
dilakukan pemerintah.
Gugatan yang
diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012.
Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau
peringatan. Namun akrena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka
ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan
untuk menutup utang. Dari bukti-bukti yang diajukan
ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia Air. Sehingga
sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa
pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti
utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua
unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan
terpenuhi.
Jika
menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus
bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun
Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk
kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak mengajukan, maka pailit tetap,”
Batavia
Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung
secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan,
dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di
dunia penerbangan.
9.
Kasus Manipulasi KAP Andersen dan
Enron
Sejak
tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen. Andersen
melakukan audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk
kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu klien terbesar
Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per tahunnya.
Dalam
rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah
partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner
dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner
tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari
jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat
untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal.
Muncul
pertanyaan dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut?
Pembiayaan tersebut ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron
(induk perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar
partnership-partnership tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan
transaksi dengan dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari
partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada
pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC).
Lebih
jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang
ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang
yang berhasil disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan
dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron
melonjak menjadi $US90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak
$US650miliar.
Manipulasi
yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini.
Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam
laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian
sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun
dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun
terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan
mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan
bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya
26 sen.
10. Skandal
Akuntansi pada PT Worldcom (MCI)
MCI, Inc. (NASDAQ: MCIP), adalah perusahaan telekomunikasi
Amerika yang bermarkas di Ashburn, Virginia. Perusahaan ini merupakan hasil
dari penggabungan dari WorldCom (dulunya dikenal sebagai LDDS) dan MCI
Communications, dan menggunakan nama MCI WorldCom sebelum mengambil nama
sekarang pada 14 April 2003 sebagai bagian dari darurat perusahaan dari
kebangkrutan. Praktek Akuntansi Dalam laporannya pada 25 Juni Worldcom mengakui
bahwa perusahan mengklasifikasikan lebih dari $ 3,8 milyar untuk beban jaringan
sebagai pengeluaran modal.beben jaringan adalah beban yang dibayar oleh
Worldcom kepda perusahaan lain untuk jaringan telekomunikasi, seperti biaya
akses dan biaya pengiriman pesan bagi Worldcom. Dilaporkan sekitar $ 3,005
milyar telah salah diklasifiksi pada tahun 2001, sementara sisanya sekitar $
797 juta pada triwulan pertama tahun 2002.berdasarkan data Worldcom $14,7
milyar pad tahun 2001 disajikan sebagai biaya.
Dengan memindahkan akun beban kepada akun modal, Worldcom
mampu menaikkan pendapatan atau laba. Worldcom mampu menaikan laba karena akun
beban dicatat lebih rendah, sedangkan akun aset dicatat lebih tinggi karena
beban kapitalisasi disajikan sebagai beban investasi. Kalau hal itu tidak
terdeteksi praktek ini akan berakibat pendapatan bersih yang lebih rendah dalam
tahun-tahun berikutnya. Karena beban kapitalisasi jaringan tersebut akan
didepresiasikan secara esensi beban kapitalisasi jaringan akan memungkinkan
perusahaan untuk mengalokasikan biayanya dalam beberapa tahun dimasa depan,
mungkin antara 10 tahun bahkan lebih.Staf akuntan Worldcom telah diwawancara
sebelum tanggal 25 Juni. Pada Maret 2002 SEC meminta data dari perusahaan
berupa item-item yang berhubungan dengan Laporan Keuangan. Termasuk didalamnya
:
1.
komisi penjualan dan tagihan-tagihan
yang bermasalah
2.
sanksi administrsi terhadap
pendapatan yang berhubungn dengan pelanggan dalam sekala besar
3.
kebijakan akuntansi untuk merger
4.
pinjaman kepada CEO
5.
integrasi sistem komputer Worldcom
dengan MCI
6.
analisis ekspektasi pendapatan saham
WC
1 Juli 2002 worldcom mengumumkan bahwa akun cadangan di
Worldcom juga diinvestigasi/diperiksa. Perusahaan membuat akun ini untuk
mengantisipasi kejadian-kejadian luar biasa yang tidak dapat diprediksi.
Seperti utang pajak tahun depan. Seharusnya akun ini tidak boleh dimanipulasi
untuk memperoleh pendapatan. Tanggal 8 agustus Worldcom mengakui bahwa mereka
telah menggunakan akun cadangan secara tidak benar. Dakwaan yang dilaporkan
pada tanggal 28 agustus adalah bahwa akun cadangan dikurangi untuk menutupi
biaya jaringan yang telah dikapitalisasi.
Pertanyaan Audit berdasarkan latar belakang tersebut,
penyajian beban jaringan sebagai pengeluaran modal ditemukan oleh internal
auditor Cynthia Cooper. Mei 2002 Auditor Cynthia Cooper mendiskusikan masalah
tersebut kepada kepala keuangan Worldcom Scott D. Sullivan dan controller
perusahaan saat itu David F. Myers. Cooper melaporkan masalah tersebut pada
kepala komite audit Max Bobbitt, sekitar 12 Juni. Yang kemudian Max Bobbitt
meminta kepada KPMG selaku eksternal auditor saat itu untuk melakukan
investigasi.
Kepala keuangan worldcom diminta untuk mengkoreksi salah
saji/salah pengklasifikasiannya. Setelah berdiskusi lebih lanjut Scott D.
Sullivan dipecat pada saat Worldcom mengadakan pengumuman. Pada hari yang sama
David F. Myers mengundurkan diri. Dilaporkan bahwa Sullivan tidak pernah
mengkonsultasikan penyajian tersebut kepada Artuhr Anderson selaku auditor
eksernal pada tahun 2001. dan Arthur Anderson pun menyatakan bahwa Sullivan
tidak pernah berkonsultasi dengan nya.
Pada tanggal 15 Juli, Tauzi yang merupakan House Energy and
Commerce Committee mengatakan bahwa berdasarkan dokumen-dokumen internal dan email
Worldcom mengindikasikan bahwa sebenarnya pihak eksekutif sudah mengetahui
salah saji tersebut sejak awal musim panas 2000 silam. Internal auditor adalah
pertahanan awal terhadap kesalahan paktek-praktek akuntansi dan kecurangan
akuntansi. Satu pertanyaan kepada Internal Auditor Worldcom adalah kenapa butuh
waktu lama (1 tahun) untuk mengungkap salah saji ini. Padahal mengingat nilai
kapitalisasi yang begitu besar dan pengaruhnya terhadap nilai pendapatan bersih
dan total aktiva harusnnya bisa diungkap lebih cepat.
Pertanyaan yang lebih berat ditanyangkan kepada KAP Arthur
Anderson , beberapa pengamat menyatakan bahwa Arthur Anderson tahu mengenai
salah saji yang dilakukan pihak Worldcom. Karena seharusnya Arthur Anderson
bertugas untuk mengaudit kesalah semacam itu, apalagi kesalah ini sangat
material. Beberapa pengamat juga menyatakan bahwa Arthur Anderson seharusnya
lebih peka terhadap kondisi keuangan Worldcom, yang dapat mengakibatkan
manajemen perusahaan melakuakan hal diluar kewajaran praktek akuntansi.
Sumber:
https://www.academia.edu/8112014/Kasus-Kasus_dalam_etika_profesi
(diakses pada tanggal 20 November 2016)
https://www.academia.edu/5861505/5_Kasus_Pelanggaran_Etika_Profesi?auto=download
(diakses pada tanggal 20 November 2016)
http://www.wealthindonesia.com/kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-enron-corp.html
(diakses pada tanggal 20 November 2016)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-colorff0000bskandal-penyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-di-as
(diakses pada tanggal 20 November 2016)
http://yonayoa.blogspot.co.id/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
(diakses pada tanggal 20 November 2016)
https://pramonoyogie.wordpress.com/2015/11/12/perusahaan-dalam-dan-luar-negeri-yang-melanggar-etika-bisnis/ (diakses pada tanggal 20 November 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar