![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2ItvK7o_J0xJI0C_MkNeLKl7s5IyOPVoVc9ozl9hdAAuF-QFP4aFLBgtaYyf98cWk5bsxB5-BiXadRa8jPNwzDu0AMEn9MomTizmPrVfoO7RtxDqGVsvHBG9-FrFkZfQj-PyMu6Letk_U/s1600/area_map.jpg)
Sejarah
Awal mula PT Freeport Indonesia
berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada
tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche
Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda,
menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya
adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang
pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan
dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan
sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan
salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623
tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya
tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya
yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG
tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan
harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap
daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi
militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer
ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai
pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang
terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua
dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman
sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk
nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua
pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM
yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz.
Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan
di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques
Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai
batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van
Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi
batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya
Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur
Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah
dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai
ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya
serta melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan
Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai
langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi
ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera
mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU
No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport di
masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan
proyek Ertsberg. Dia bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno
memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu
Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan
Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar
Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi
pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk
meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama
Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa
Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya
adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika
adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk
yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang
Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970
pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang
layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar
selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport
membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun
jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah
terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan
kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama
Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk
Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia.
Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris
Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari
Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan
Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota
delegasi dalam perjanjian Renville.
Pendapat
Sumber Daya Alam di Indonesia sangat melimpah sehingga banyak perusahaan
asing yang tertarik untuk berinvestasi. Seperti PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang,
memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga,
emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan
konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
Menurut
Saya, seharusnya yang mengelola SDA negeri ini adalah seluruh rakyat, tidak
boleh dikuasai oleh sebagian individu apalagi pihak asing. Seluruh SDA negeri
ini wajib langsung dikelola oleh negara, tidak diserahkan kepada swasta apalagi
asing dan seluruh hasil SDA itu lalu dikembalikan kepada rakyat. Di dalam Syariah
Islam sendiri sudah memberikan aturan dan panduan yang jelas dalam pengelolaan
SDA. Dengan itu daulat atas negeri dan kemandirian otomatis terwujud. Kekayaan
alam akan benar-benar menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat.
Islam
telah menetapkan kekayaan alam, di antaranya barang tambang yang melimpah,
sebagai milik seluruh rakyat. Kekayaan alam itu tidak boleh diberikan atau
dikuasakan kepada individu apalagi pihak asing. Abyadh bin Hamal al-Muzany ra.
menuturkan:
Ia pernah datang kepada Rasulullah saw.
meminta (tambang) garam. Beliau lalu memberikan tambang itu. Setelah ia pergi,
ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah,
tahukah apa yang engkau berikan kepada dia? Sesungguhnya engkau telah memberi
dia sesuatu yang bagaikan air mengalir.” Lalu ia (perawi) berkata: Kemudian
Rasulullah saw. pun menarik kembali tambang itu dari dia (HR Abu
Dawud dan at-Tirmidzi).
Sumber
kebijakan tentang pengelolaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (3), secara
tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan
sumber daya alam ditangan orang ataupun seorang. Dengan kata lain monopoli,
tidak dapat dibenarkan namun fakta saat ini berlaku di dalam praktek-praktek usaha,
bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam sedikit banyak
bertentangan dengan prinsip pasal 33.
Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pasal ini diatur dalam undang-undang.
Demikian pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan
(5) Undang-undang Dasar 1945. Penjelasan
pasal 33 menyebutkan bahwa “dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan
anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang”. Selanjutnya dikatakan bahwa “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat
(2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan
untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar
perusahaan tetap berpegang pada asas kepentingan mayoritas masyarakat dan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar