Senin, 04 Mei 2015

Hukum Perjanjian


Dalam membuat suatu perjanjian tentunya kita juga harus memperhatikan asas-asas yang ada pada perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian Indonesia mengenal asas penting yang biasa digunakan, yaitu antara lain:
  • Ø  Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
 Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

  • Ø  Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)


Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a.       membuat atau tidak membuat perjanjian;
b.      mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c.       menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d.      menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.  

Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak dapat saja mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.
Kebebasan berkontrak (Party Autonomy atau Freedom of Contract) hingga saat ini tetap menjadi asas penting dalam sistem hukum perjanjian baik dalam sistem Civil Law Sistem, Common Law Sistem maupun dalam sistem hukum lainnya. Hal ini dikarenakan asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang bersifat universal berlaku di semua Negara. Di samping itu asas kebebasan berkontrak sebagai perwujudan atas pengakuan hak asasi manusia.
            Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Faktanya kedudukan para pihak dalam perjanjian sering kali tidak seimbang sehingga dimungkinkan sekali pihak yang punya kedudukan yang lemah pada suatu perjanjian akan dirugikan.
            Melihat hal tersebut dalam perkembangannya penerapan asas kebebasan berkontrak pada perjanjian dibatasi pemberlakuannya, oleh Negara dengan peraturan – peraturan perundang – undangannya dan oleh hakim pengadilan dengan melalui putusan – putusannya serta praktek – praktek kebutuhan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini dikarenakan asumsi yang berkembang adalah bahwa memegang teguh ajaran asas kebebasan berkontrak secara mutlak dapat menyebabkan dan melahirkan ketidakadilan dalam suatu perjanjian.

  • Ø  Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)


Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas kepastian hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”


Sumber:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar